Rabu, 07 Februari 2018

Naskah teater orang orang bawah tanah

Naskah Teater

ORANG-ORANG BAWAH TANAH
Oleh: R Giryadi

Orang-rang sedang sibuk. Mereka sedang mengangkuti barang-barang. Ada pula yang sedang menggali dinding gua. Tetapi tidak sedikit yang bermalas-malasan. Mereka seperti tidak pernah berhenti bekerja.
Saat mereka serius bekerja, tiba-tiba terdengar suara bergemuruh. Dinding gua bergetar. Orang-orang kalang kabut. Dinding gua runtuh. Orang-orang berlindung. Mereka bertiarap sambil melindungi kepalanya. Gemuruh perlahan-lahan berhenti.

01. ORANG 1
Sudah pergikah mereka? (Bangkit perlahan-lahan) Tidakah mereka mempunyai kesadaran baru yang tidak merugikan orang lain, hidup tenang, damai, tentram, tanpa terusik siapapun. Apakah mereka tidak

02. ORANG II
Itu jelas tidak mungkin. Persoalannya

03. ORANG I
persoalannya kita di bawah, mereka di atas.

04. ORANG II
bukan itunya, bukan atas bawahnya. Tapi keselarasan, keseimbangan, toleransi, dan sebagainya yang harus diterapkan. Nah kalau sudah demikian itu, tidak perduli atas bawah sama-sama enakanya. Lawong kita ini belum merasakan enaknya, sudah menyatakan bosan, kapan enaknya?

05. ORANG I
Yang jelas tidak pernah enak. Kehendak kita telah menyepit, semua telah diperkosa oleh masa dan waktu yang  telah membelenggu kita. Kita tidak pernah merasakan malam, siang, dan pagi. Matahari sangat mahal sekali di sini . Bulan dan bintang sudah terlalu jauh dengan kita.  Kita sebenarnya ingin mencoba, tetapi kekokohan benteng-benteng itu telah membenturkan kita pada sisi dunia  yang tajam. Aku sudah bosan dengan cara yang semacam ini.

06. ORANG II
Lalu, maumu apa?

07. ORANG I
Ingin memberontak keadan yang membosankan ini.

08. ORANG II
Wah, apa sudah kuwat betul? Jangan terlalu gegabah to? Kok keadaan akan kamu berontak, kamu itu, edan apa? Keadaan itu tidak usah diberontak atau di demo, tetapi di rubah. Ngototo pitung njaran kalau tidak di rubah ya tetap saja. Gelap menjadi terang, siang menjadi malam, panas menjdi dingin, itu disebabkan perubahan, bukan pemberontakan. Kacau.

09. ORANG I
Ya, aku ingin perubahan itu melalui pemberontakan. Karena semua sudah terkadung sulit. Aku tidak bisa membiarkan terus-menerus kita terbelenggu.

10. ORANG II
Perubahan tidak bisa dipaksa-paksa. Kalau seperti itu nanti jadinya kan lain. Ingat sejarah nenek moyang kita yang dulu.

11. ORANG I
(Tertawa) Sejarah, kamu bicara sejarah. Apakah kita punya sejarah? Siapa yang mengasingkan kita di sini? Siapa yang mengurung kita di sini? siapa? Siapa yang mencampakkan kita di sini? Apakah kita tiba-tiba meraskan menjadi dewasa, tua sepertti ini. Kapan kita bisa mengerti sejarah hidup kita? Kau jangan semakin memerosokkan aku dalam keterasingan. Kau coba buka sejarah!apakah kau bisa membaca dan menulis ? Kacau! Apa itu sejarah?

12. ORANG II
(Mengerutkan kening) Ya, semakin tua umur kita, semakin kacau pikiran kita.

13. ORANG I
kita belum tua, tapi hampir mati.

14. ORANG II
Kita ini saudah mati.

15. ORANG I
Kata siapa?

16. ORANG II
Kataku (Sekenanya)

17. ORANG I
Kau memang bajingan!

18. ORANG II
(Tertawa) Bajingan itu, manusia tak berbudaya, tak punya unggah-ungguh, menentang norma kehidupan. Aku ini bukan bajingan lho, karena makhluk berbudaya  hehe..he

19. ORANG I
Berbudaya apanya. Ya budaya menipu itu.

20. ORANG II.
Menipu, bagaimana?

21. ORANG I
Katanya kita sudah mati. Sementara kamu adalah makhluk berbudaya, berbudaya bagaimana wong kita sudah mati.

22. ORANG II
(Nadanya diseriuskan) Maksudku, kita telah mati dalam hal berpikir, bertindak, kita mati dalam kehidupan kita, kita tidak bisa apa-apa lagi. Kita arahkan kesegala penjuru kegelapan yang yang selalu kita jumpai. Kita selalu berpikir dalam ruang dan waktu yang sangat  sempit, kita telah terjajah oleh ruang-ruang yang telah membelenggu kita. Semua telah menjadi penjara bagi pikiran kita yang terlalu memimikirkan waktu yang semakin jauh meninggalkan kita dan semakin kita tidak mengerti. Perasan kita telah terkubur oleh  jaman. Butir-butir darah kita sudah tidak berbahu anyir. Ludah kita sudah kering untuk meludahi kekejian yang menusuk sudut mata kita. Kita sudah kehabisan kalimat untuk menyusun tesis kehidupan kita. Hakekatnya, kita masih bernapas dan bergerak, tetapi rohani kita sudah hancur termakan tanah. Apakah kau, tidak merasakannya?

23. ORANG I
(Tidak menghiraukan. Menjauh)

24. ORANG II
Kalau kau, sudah mmerasakannya maka kau tidak akan sia-sia hidup dalam kegelapan ini. Lebih baik kita seperti ini daripada kita beruat yang tidak ada manfaatnya yang selalu menjerumuskan kita kedalam kesengsaraan yang semakin berlarut.
Hidup ini harus kita nikmati sepahit apapun. Jangan sekali-kali mencoba atau melawan dari garis hidupmu, itu menyalahi kodrat. Semua sudah ada yang mengatur. Dan di sini kita berdiri sebagai komponen, bagaian dari sistem yang diatur, kan begitu kawan. (Menghalang-halangi) Kehidupan ini memang sangat misterius sekali. Semua telah tunduk oleh Sang Pengatur Sistem. Akan kemana kita berbuat bila tanpa menurut sistem itu. Kita tidak tahu, apakah kita sehari-hari kita bisa hidup tanpa jaringan besar dalam posis kita ini? Nah, untuk itu  urungkan saja niatmu untuk memberontak.

25. ORANG I
(Tidak menghiraukan) Kau cerewet! Jangan coba-coba halangi niatku. (Membanting Orang II karena menghalangi jalannya)

Orang II segera bangkit dan mencoba menyerang Orang I, tetapi segera dicegah oleh orang-orang di sekitarnya. Orang I dan II meronta. Orang I hampir terlepas dan menyerang Orang II. Lelaki Tua mencegah dengan pukulannya.

26. LELAKI TUA
Kau memang terlalu egois. Dalam keadan semacam ini kita tidak bisa, mengumbar hawa nafsu. Kau boleh mencoba tetapi tidak sekarang. Jangan biarkan dirimu, menjadi bangkai yang sia-sia penuhilah pikiranmu dengan kesejukan agar hatimu tenang. Singkirkan semua buih-buih yang menggelembung di sekujur tubuhmu. Kita semua senasib, mari kita sama-sama berpikir, mencari jalan terbaik agar kita semua selamat. Kehidupan ini masih panjang. Jangan kau pertaruhkan nyawamu dari ketidakpastian ini.

27. ORANG II
(Petantang-petenteng, merasa dibela)

28. ORANG I
(Menyerang Orang II, tetapi gagal)

29. PEREMPUAN TUA
Kau jangan merasa percaya dengan nafsumu. Terkadang nafsu bertentangan dengan kita. Coba kau ikut aku ke sini (Kepada Orang I)

30. ORANG I
Kau jangan merasa menang, hai orang sinting. Aku akan segera membuktikan bahwa aku akan segera merubah keadaan. Dan kau akan segera pasti menjilati pantatku. Cuih!

31. ORANG II
Kapan kau akan melakukan perubahan, sementara kau akan tengelam dalam pelukan tua bangka itu kawan, he..he
Dan kau akan terlelap oleh nina boboknya. Kau akan menjadi banci kawan, he..hehe.

32. PEREMPUAN TUA
Semestinya kalimat itu tak sepantasnya kau ucapkan. Kau memang anjing yang lupa makan daging busuk !
Kau seharusnya pantas menjadi penjaga rumah-rumah bordil dan selalu mabuk setiap malam (Menyingkir bersama Orang I masuk ke lorong gua yang lain)

33. LELAKI TUA
Seharusnya kita segera melupakan ini, kita harus segera mencari jawaban yang telah kita piikrkan bersama-sama selama berabad-abad lamanya. Kegagalan kita berabad-abad adalah karena kita selalu membela hawa nafsu kita sendiri-sendiri. Kita tidak bisa berpikir dalam cuaca yang cerah. Semua selalu murung dalam mendung-mendung yang gelap. Kita selalu gagal, kita selalu tertindas, kita selalu terombang-ambing oleh keadaan. Kita akan mati sendiri.

34. GENIUS.
Pikiran kita selalu terputus berabad-abad lamanya.

35. LIMPA
Perjuangan bukan berarti menyambung pikiran yang yang telah putus.Kita harus melewatkan itu semua. Mencari jalan yang dan merangkai rumus-rumus baru, tentu akan menunjukkan jalan dan arah yang berbeda.

36. KUAT
Tidak harus demikian. Yang terpenting kunci penyelesaian masalah.
Kita akan porak-poranda oleh aturan dan kemauan yang yang kacau. Ya, kunci adalah jawabannya.

37. LELAKI TUA
Kalau begitu, kita harus tahu letak kunci itu.

38. GENIUS
Di sini! (Menunjuk kepala)

39. LIMPA
Bukan, tetapi di sini! (Menunjuk dada)

40. KUAT
Salah semua, yang benar ada di sini, nih! (Menunjukan tinjunya) Kekuatan kita.
Kita terlalu lemah setiap akan melangkah. Kita butuh kekuatan.

41. GENIUS
Tidak, kita perlu pemikiran yang matang, tidak bisa gegabah demikian. Hanya mengandalkan otot saja, saya pikir riskan sekali.

42. LIMPA
Kita butuh, hati nurani yang teguh, tabah dan jujur. Tanpa dilandasi itu, kita tak akan menemukan kunci jawabannya.

43. KUAT
Tanpa didukung tekad, semangat, untuk berjuang mustahil kita akan berhasil. Masak kita akan termenung terus, berpikir atau menunggu ketabahan?

44. LELAKI TUA
Ya, ya semua benar. Hanya bagaiamana perbedaaan pendapat ini, bisa mewujudkan impian kita bersama.

45. GENIUS
Sudah aku bialang, kita harus pandai dulu, kemudian menerapakan yang lain. Keberanian dan kejujuran tanpa akal sehat akan konyol adanya. Nah, tentunya dengan formula ini kita akan segera terbebas dari belenggu ini. Jadi kepandaian dulu, rumusnya.

46. KUAT
Hanya tekat yang ingin maju, orang  mau berpikir untuk pandai. Untuk itu keberanian adalah awal dari segalanya.Apakah kalian tidak menyadari, bahwa kita adalah orang lemah, tidak mempunyai keberanian sama sekali. Kejujuran, hanya etikat yang baik yang tidak dapat dinilai secara materi dan keadaannya abstrak. Jadi kita harus memakai formula ini dulu.

47. LIMPA
Semua itu, tanpa didasari kejuruan dan ketabahan tak akan terwujud. Bagaimana kita mau memikirkan untuk kepentingan kita semua, kalau hati kita, tidak rela, tidak jujur, dan tidak tabah, bagaimana kita berani, kalau kita tidak punya nyali. Jadi yang harus kita bangun adalah ini dulu. (Menunjuk dada)

48. LELAKI TUA
Kebenaran memang terkadang memerosokkan kita dalam lubang-lubang perbedaan. Mari kita berpikir yang sederhana, biar tidak ada aku, kamu, atau dia. Kita ingin memecahkan masalah kok tambah masalah. Terus kita harus bagaimana? (Kesal dan bingung)

49. KOOR
Ya, terus bagaimana? (Stres berat)

50. LELAKI TUA
Kita harus merekayasa kunci itu. Tetapi pakai apa?

Dari dalam lorong gua. Orang I datang tergopoh-gopoh sambil mengepalkan tangannya.

51. ORANG KE I
Persatuan. Ya, memakai persatuan! Kuncinya adalah persatuan! Persatuan adalah kedaulatan yang kokoh dari segala lapisan yang berbeda dan saling bahu-membahu membangun kekuatan. Kita harus bersatu agar arah kita sama.
Ya, persatuan kuncinya! Persatuan saudara-saudara kita sekalian. Sekali lagi persatuan. Kita tidak bisa terpecah-pecah, kita bangun bersama-sama. Jangan merAsa dirinya yang paling unggul. Singkirkan semua rasa keakuan, rasa paling besar, kuat, dan kuasa.
Tinggalkan semua atribut yang menempel di sekujur tubuh kita. Tinggalkan semua itu. Persatuan yang terpenting saudar-saudara.
Per..sa..tuan, pers.atu..an, saudara-saudara. (Merasa tak dihiraukan)

Keheningan membungkus kebekuan. Semua terdiam dalam kebingungannya. Masing-masing mencari kesibukan untuk menepiskan kejenuhan. Musik mengiring lirih sekali, seperti hanyut dalam suasana bingung, sedih, dan pilu.

52. LELAKI TUA
(Mencoba memulai) Mari kita renungkan sejenak, apa yang baru saja yang  dikatakan oleh teman kita ini. Apakah tidak lebih baik kita mencoba dari salah satu yang saudara-saudara lontarkan? Bagaimana saudara?

53. ORANG II
Setuju kita harus buktikan satu persatu. Dengan pembuktian kita akan tahu kelebihan dan kekurangannya masing-masing kemudian kita kumpulkan data-data tersebut untuk kita analisa dan pada akhirnya kita tarik kesimpulan dan itulah letak kuncinya!
Bagaimana cocok tidak? Jitukan? Walaupun anjing penjaga rumah bordilpun otak saya cemerlang.

54. LELAKI TUA
Lalu siapa yang harus dicobakan?

Genius, Limpa, dan Kuat maju bersama. mereka berebut mendapat giliran yang pertama. Tidak ada yang mau mengalah.

‘Aku duluan, Tidak, aku duluan! Bukan, aku yang harus duluan. Tidak, bukan,jangan, tidak, bukan, jangan, aku,aku, aku duluan, Harus!Tidak bisa!aku. harus.Bajingan.Tengik. Aku duluan!’

Rebutan semakin memuncak. Hampir terjadi perkelaian. Tiba-tiba terdengar suara bergemuruh. Dinding gua kembali runtuh.

55. ORANG I
Bencana! Ia datang lagi! Berlindung-berlindung! Cepat-cepat berlindung! He jangan berlari kesitu! Berbahaya, kembali, cepat berlindung!

Terlambat. Kejadian itu begitu cepat. Orang-rang tertimpa reruntuhan. Setelah keadaan mereda, Perempuan Tua muncul dari lorong lain.

56. PERMPUAN TUA
(Tergopoh-gopoh) Apakah ada yang selamat? Oh, tidak! Semestinya kau masih bersamaku di dalam sehingga tidak begini jadinya! Kau pintar, tetapi terlalu gegabah.
Inilah akibat dari dikuasai hawa nafsu. Coreng moreng mukamu dan kerasnya kemauanmu harus melunturkan segala keangkuhanmu.
Semestinya kau bangkit dari segala  kesedihan yang sudah berabad-abad tertahan. Sudah berabad-abad lamanya aku merindukan kedamaian dari derasnya air mata yang tertahan. Ingin rasanya aku menangis sekerasnya demi mengisi kekosongan batin. Tetapi aku terlalu lupa untuk bersedih pada diriku sendiri. Kekuasaan memang terlalu syarat membelenggu diri kita. Segala sesuatu pernah kita cobakan dan kita alami, tapi semua tersumbat dalam ujung mata yang tak pernah menangis. Aku mengerti kalian semua telah jenuh memikirkan nasib kita. Kegagalan hanya pada ujung jemari kita. Kita masih mempunyai setitik nasib yang selalu rumit untuk kita temukan. Ingin mencari, tapi segala ujung telah tertutup, segala pangkal telah tak bertepi. Kita kian terbebani oleh sempitnya kemauan. Kita semakin merana, meminta-minta pada nasib.

57. NASIB
(Muncul tiba-tiba) Aku Nasib! Tanpa aku hidupmu tak akan mujur. Dengan aku, hidupmu juga bisa hancur. Aku Nasib yang selalu bermain petak umpet dengan kalian semua sewaktu kita masih kecil, dan kalian tidak pernah menemukan aku, karena kau selalu disini. Ups, nasib manusia memang tidak akan pernah bisa berubah sebelum manusia itu merubah sendiri. Aku percaya, aku akan tetap berteman dengan orang-orang seperti  kalian. Selamanya aku ingin bermain petak umpet atau teka-teki silang bersama kalian. Coba, jangan ratapi aku. Berpijaklah pada kemauan niscaya aku akan menemuimu sebaik-baiknya.

58. PEREMPUAN TUA
Tetapi kami sudah berabad-abad lamanya menunggu. Sementara sang waktu terus menunjukkan kuasanya dan nasibpun bergulir tanpa ada perubahan sedikitpun. Kami sudah terlalu lelah untuk menunggu. Kau terlalu memejamkan mata bagi kami yang menderita.

59. NASIB
Jalan menuju kenikmatan itu, memang berliku-liku dan bertebing. Sementara manusia selalu mencari jalan pintas yang pada akhirnya menyesatkan. Dan kalian selalu  demikian. Berabd-abad lamanya kau menunggui kalian tetapi selalu aku temui kalian terus dalam keadaan seperti ini. Aku memang bukan temanmu yang setia tetapi selalu ingin teus bermain-main bersamamu hingga masa ini berakhir.

60. PEREMPUAN TUA
Akankah kau terus berpihak pada kami yang setelah melihat keadaan kami demikian? Nasib! Nasib.! Di mana kau? Nasib..???

61. NASIB
Ups, Aku di sini.

62. PEREMPUAN TUA
Kau memang masih sepertti yang dulu. Selalu membuat bingung.

63. NASIB
Akan aku coba. Biar waktu yang menguji.

64. PEREMPUAN TUA
Bagaimana? Aku tak  pernah tahu waktu. Disini tidak ada bulan, bintang, dan matahari.
Bagaimana aku akan mengerti waktu? Nasib-nasib di mana kau. Jangan tinggalakan aku berikan aku jawaban yang pasti! Nasib.?

65. NASIB
Bukankah, kau punya perasaan?

66. PEREMPUAN TUA
Aku tidak bisa memakai perasaanku. Semua yang aku punyai sudah lapuk.

67. NASIB
Ups! Lalu untuk apa kamu mengadu pada nasib?

68. PEREMPUAN TUA
Agar aku bisa memakai perasaan dan pikiranku sendiri.

69. NASIB
Lalu untuk apa, setelah kamu bisa.

70. PEREMPUAN TUA
Agar selalu dekat dengan kau.

71. NASIB
Baiklah, kalian memang harus memulai dari kesadaran dan kesabaran dalam menjalani hidup ini.

72. PEREMPUAN TUA
Kesadaran makhluk sempurna dan kesabaran sebagai makhluk yang terkuasai. Bukankah begitu, Nasib? Nasib? Nasib? Oh..kau akhirnya meninggalkan aku. Nasib..

73. ORANG KE I
Nasib! (Terbangun)

74. PEREMPUAN TUA
Rupanya kau bernasib baik ya.

SATU PERSATU  TERBANGUN.

75. ORANG I
Aku bermimpi bertemu dengan Nasib.

76. KOOR
Aku juga.

77. ORANG I
Ia, mengatakan rindu bermain denganku. Katanya aku telah bepergian terlalu jauh. Sehingga ia enggan menemuiku. KemudiaN, ia melambai-lambaikan tangannya. Aku memanggilnya tetapi ia diam lalu pergi.

78. LELAKI TUA
Mimpiku juga seperti itu.

79. ORANG KE II
Aku juga demikian.

80. ORANG I
Apakah kau tidak mempunyai kehendak mimpi yang berbeda?

81. ORANG II
Itu terserah mimpiku dong. Apakah kau bisa menciptakannya. Mimpikan kembangnya tidur?

82. ORANG I
Tetapi mimpiku mengandung arti. aku yakin mimpiku yang membawa keberuntungan. Ini bukan sembarang mimpi.

83. LELAKI TUA
Berarti mimpiku juga.

84. ORANG II
Aku juga kalau begitu?

85. ORANG I
Belum tentu!

86. ORANG II
Kok lucu! Mimpinya sama.

87. ORANG I
Tergantung siapa yang bermimpi. Orang seperti kalian tidak akan pantas didekati oleh nasib baik.

88. ORANG II
Kita ini berbicara mimpi atau nasib?

89. ORANG I
Sama saja.

90. PEREMPUAN TUA
Untung kalian semua selamat. Memang nasib baik sedang berpihak pada kita. Jemari kita harus segera menggenggam, menggugah kesadaran kita. Jangan terlampau memikirkan nasib. semua merupakan hubungan yang terkait. Kebosanan, kedengkian, saling curiga, merasa sebagai yang paling benar, semua harus segera kita ikat dalam koloni tubuh kita dan mengkuburkannya ke dalam celah dinding tubuh yang paling dalam. Kesadaran dan kesabaran adalah kunci awal menjalankan roda kehidupan kita yang akan segera kita mulai.

91. GENIUS
Apakah kita akan menuju kehidupan baru?

92. PERMPUAN TUA
Layar kehidupan kita belum mengembang. Gelombang dan badai masih persinggahan yang abadi. Buku-buku bumi masih belum melipat membukakan pintu lembaran baru. Kita masih sedang melepas tali di buritan.

93. ORANG I
Bukankah layar perahu kita telah tercabik-cabik gelombang dan badai? Apakah kita masih bisa mengayuh dayung? Angin mati. Kita telah terdampar hingga tak bisa mengurai lagi rumus-rumus, tulisan, angka-angka, sejarah, maupun mati. Dari mana kita harus mulai lagi?

94. LELAKI TUA
Kita mencoba yang belum kita coba. Kita harus memulai dari yang baru. Melawan hawa nafsu adalah rintangan yang paling sulit dihindari. Percayalah perahu kita masih bisa berlayar.

95. PEREMPUAN TUA
Kemurkaan, adalah hawanafsu yang bertentangan dengan hati nurani. Kita harus segera menghindar dari sesisir demi sesisir problem yang menyeret kita dalam kesengsaraan abadi. Mari kita kumpulkan hati kita, kemudian sandarkan pada petak-petak kehidupan yang mengembang di sisi kita.

96. ORANG I
Semestinya kita sudah sampai pada batas dunia. Tetapi, hati kita masih terpaut pada karang laut yang tajam. Aku harus merasa menyesal. Setidaknya aku harus segera berbuat lain. Kegagalanku adalah cermin nasibku yang semakin tak menentu. Tetapi aku sadar harus mempunyai kehendak yang bebas, dan inilah kekuatanku yang paling  dasyat dan tidak bisa ditafsirkan.

97. GENIUS
Aku sudah terlampau jauh memikirkan kehendakku dalam saat seperti ini.
Kehendak berpikirku ternyata semua belum bisa aku lakukan, tetapi kita sudah terlalu dalam masuk dalam lubang yang syarat problem.

98. PEREMPUAN TUA
Mencari jalan lain yang terbaik adalah sebuah pandangan menuju kearah perubahan dan pembaharuan yang akan  menunjukkan jalan pencerahan kita.

99. ORANG I
Ya! Kita harus segera memulai. Aku ingin segera menembus dinding ini dan menemukan lagi sinar terang. Aku akan segera memulai. Semua yang aku punyai adalah pembangkit segala semangat untuk meruntuhkan tembok belenggu ini.

100. LELAKI TUA
Berpikir secarah jernih untuk menentukan jalan yang terbaik harus kita pilih secermat mungkin.   

101. ORANG II
Aku masih ragu adanya waktu untuk kita sudah berabad-abad dalam gelap, sehingga kita tidak bisa mengenali diri kita.

102. LELAKI TUA
Teror masa depan yang memang terkadang membuat kita ragu-ragu.

103. PEREMPUAN TUA
Memang sebaiknya, kita memejamkan mata dan membuang pikiran kita yang sudah lampau.

104. LIMPA
Kebosanan yang telah kita rasakan adalah jejak waktu yang tidak bias kita tapaki.Aku belum bisa membayangkan hidup di dunia yang sama sekali baru dan asing bagi kita. Aku masih belum bisa. Coba bayangkan (Pause) bagaimana kita bisa mengikat nafsu kita ketika melihat dengan begitu jelas, tentang wanita cantik, sob ayam, minuman yang segar, buah yang ranum. Ah.. aku ingin mencobanya.

105. LELAKI TUA
Jangan terlalu berlebihan membayangkan nafsu duniawi.

106. PEREMPUNA TUA
Segaralah mencari sesuatu,sehingga saya tidak kuat lagi merasakan kegelisahan seperti ini. Kapan kita akan sampai kalau kita hanya berpikir saja?

107. ORANG I
Yak! Kita harus segera membongkar gundukan yang paling ujung. Ayo kita kerjakan!!

108. ORANG II
Ah! Itu tidak mungkin. Aku pernah menelusuri seluruh dinding ini, tetapi yang aku temui hanyalah kesia-siaan.

109. ORANG I
Apa jeleknya kita mencoba?

110. ORANG II
Ya, pasti jelek. La wong di sana pasti tidak ada jalan.

111. ORANG I
Mengapa kau selalu begitu?

112. ORANG II
Karena aku tak ingin melihat kesia-siaan.

113.ORANG I
Aku semakin bosan dengan kelakuanmu itu.

114. ORANG II
Kebosanan akan membawa kita ke dalam penyempitan waktu.

115. LELAKI TUA
Kapan kita mulai mencoba, kalau kita ribut terus?

116. ORANG II
Aku masih percaya, di sana ada nasib kita yang lebih baik dari yang kita hadapi sekarang. Lebih baik kita berpikir dan menikmati hidup di sini, tanpa menghiraukan masa depan, atau berpkir kehidupan yang lebih maju. Apakah di sini kita sudah merasakan kehilangan sesuatu, kemudian kita merasa bosan. (Bernada mengejek) Hilangkan semua kebosanan, tinggalkan pikiran lampau, kita harus menuju ke dunia baru. Ya, baru sama sekali. Nampaknya asing sekali..

117. LELAKI TUA
Waktu telah mengisyaratkan pada perubahan!

118. GENIUS
Kita memerlukan persiapan yang matang. pikiran-pikiran yang bisa meramaikan kehidupan baru sangat dibutuhkan. Kita harus punya masa depan, dengan berpikir yang riil dan jitu. Mempersiapkan ketabahan batin menghadapi dunia baru, sangat menentukan posisi kita sudahkah kita mepersiapkan?

119. PEREMPUAN TUA
Cukup! Aku sudah bosan dengan caramu  menghadapi semua ini. Kau hanya menghandalkan otakmu yang  busuk itu. Aku tidak bisa mengerti apa yang ada dalam diri kalian. Semua tampaknya sudah tertutup oleh mulutmu yang besar itu!

120. ORANG II
Ohmaaf, ee Nona,..ehNyonya  Tua. AhPerempuan Tua saja. E, maksudku dan maksudnya dia, kita jangan terlalu gegabah dalam mengambil tindakan.

121. LELAKI TUA
Tetapi terlalu banyak berpikir terkadang menimbulkan keraguan, kalau kita tidak segera menemukan buah pikiran kita.

122. LIMPA
Tetapi kita perlu persiapan yang matang.

123. ORANG II
Sesal kemudian tak berguna.

124. PEREMPUAN TUA
Kau semakin membosankan.(Meninggalkan tempat)

125. LELAKI TUA
Aku tunggu pikiranmu yang jitu, kawan. (Meninggalkan tempat)

126. ORANG I
Sok, menjadi pemikir memang menyesatkan.

127. ORANG II
Tanpa berpikir apalagi!

128. ORANG I
Apa kau kira aku tidak pernnah berpikir dalam bertindak! Aku masih mempunyai kesadaran diriku ini manusia. (Pergi)

129. ORANG II
Ya, siapa bilang kamu hewan. (Bicara sekenanya)

130. ORANG I
(Akan kembali tetapi tidak jadi)

132. ORANG II
(Sambil berlalu) Kau sinting!

Sepi. Orang-orang berhenti dari aktifitasnya. Semua tertunduk dan terdiam. Erdengar nyanyian yang mendayu-dayu, mengiris jiwa.

Lighting Fade out.

Kucari semua batas, tetapi semua telah tak bertepi.
Kucari semua ujung, tetapi semua telah tak berpangkal.
Kesedihanku, semakin menjadi beban hidupku.
Kesedihanku, nasibku.
Kesedihanku, kerinduanku.
Carikan aku jalan.
Carikan aku terang.

Lighting Fade in.

Orang-orang sedang menyisir jalan bawah tanah, mencari kemungkinan jalan keluar. Beberapa orang bergerombol, sedang berbicara serius. Sementara orang lain sedang berusaha mengusung bongkahan-bongkahan batu.

134. GENIUS
Aku semakin bosan hidup seperti ini. Sebenarnya aku telah berusaha mengekang pikiran-pikiranku. Tetapi aku telah dikuasai oleh kepandaianku. Inilah risikonya menjadi pemikir.

135. KUAT
Bukan risiko, tetapi tantangan.

136. LIMPA
Kita tidak bisa memaksakan dengan jalan logika kita. Nampaknya mereka percaya dengan nasib yang menimpa manusia, apapun akibatnya. Sementara, kita tidak pernah memikirkan itu.

137. ORANG I
Ya, kali ini aku menemukan seorang pemikir yang ragu-ragu.

138. GENIUS
Bukan ragu-ragu, kita ingin memikirkan dari  kehendak di luar kita yang benar adanya.

139. ORANG II
Itu namanya tidak percaya diri sendiri.

140. GENIUS
Kita harus segera menarik kesimpulan.

141. KUAT
Belum saatnya.

142. GENIUS
Berarti kita berpikir lagi? Menganalisa lagi kesimpulan kita untuk mencari pembenaran? Aduh, mengapa kita tidak bias lepas dari pemikiran-pemikiran? Aku sudah tak kuat lagi.

143. ORANG II
Itu sudah menjadi kewajibanmu jangan pungkiri.

144. GENIUS
Ini berlebihan.

145. ORANG II
Makanya hiduplah seperti saya. He..begini, enak bukan?

146. KUAT
Semestinya kita segera mencari penyelesaiannya.

147. GENIUS
Berarti kita harus menemukan kembali pikiran-piiran kita yang pernah hilang. (Memegangi kepala)

148. LIMPA
Waduh mengapa kita selalu dikungkung dengan pikiran. Carikan jalan keluar. Aku sudah bosan. (Memegangi kepala)

149. KUAT
Kita tak bisa lepas dari semua ini. (Memegangi kepala)

150. ORANG II
(Nada mengejek) Buanglah jauh-jauh kebosanan. Berpikir telah menjadi bagian hidupku. Makanya bersiaplah setiap seperjuta  detikpun, untuk mengerutkan kening. He..he..he..

Semua membisu. Mereka memegangi kepala masing-masing. Mereka merasakan di kepalanya bersemayam bara api. Mereka jumpalitan menahan sakit. Mereka mencoba melepas kepalanya dengan cara apa saja. tetapi tidak berhasil.
Tubuh mereka telah dikuasai oleh pikirannya. Mereka mengerang-erang. Mereka terombang-ambing, terseok-seok, terjungkal, terguling-guling. Mereka tak mampu berpikir lagi. Mereka jenuh. Mereka tak mampu melawan pikirannya sendiri.

151. ORANG 1
He! He! Bagaimana ini bisa terjadi ? Tolong! Tolong! Tolong! Ada orang kebingungan! Tolong! Ah, masak ada orang bingung dengan dunia pemikirannya sendiri? Ah, mengerikan sekali, seandainya terjadi pada setiap orang. Akan jadi apa dunia ini. Tolong! Tolong ! Aku harus berbuat  apa, nih? (Bingung) Hei! Ini bagaimana? Kenapa kalian diam saja? Tolonglah mereka! Hei! Saudara-saudara senasib dan sependeritaan, ini bagaimana? Tolonglah! Hei, yang berjiwa sosial, ini bagaimana? Tolonglah. Aku tak mengerti harus berbuat apa , pada orang-orang ini! T9olonglah mereka. Tolonglah. Tooloooong.! Tolong! To..to..loong !

152. LELAKI TUA
(Datang bersama dengan Orang I dan Perempuan Tua) Biarkan mereka mencoba melawan pekiranya sendiri. Toh mereka nanti akan sadar ketika  bisa membuka mata hatinya sendiri. Biarkan mereka!

153. ORANG I
Kepada yang lain jangan bergerombol disitu. Coba menyingkir, biar mereka bisa bernafas lega. Ayo kembali ketugas masing-masing!

154. PEREMPUAN TUA
(Mendekati Genius yang menggelepar-gelepar) Sejak dulu manusia terlahir selalu mengunakan pikiranya, untuk bisa bertahan hidup. Tetapi terkadang memang ia bisa menyesatkan dan menyeret kita dalam ketidakpastian. (Mengusap kening dengan telapak tangan atau memakai rok, jarit, sebagai usaha penyadaran. Perempuan Tua kemudian melangkahi tubuh mereka yang sedang trans) Orang kalau sudah begini , harus kembali mengigat dari mana ia terlahir. Pengalaman-pengalaman masa lalu dan yang akan datang selalu menjadi problem dalam pikirannya. Tetepi kau kelewat tidak percaya dengan peristiwa di balik pikiranmu.

155. GENIUS
(Bersama dengan yang lain mulai sadar)

156. PEREMPUAN TUA
Bagaimana keadanmu?

157. LELAKI TUA
Kalian harus banyak istirahat . Tenangkan pikiranmu . Biar kau cepat pulih kembali.

158. GENIUS
Pikiranku? (Linglung)

159. LIMPA
Aku, merasakan kehilangan sesuatu?

160. KUAT
Ya, aku merasa kehilangan pikiran.

161. LIMPA
Kehilangn pikiran?

162. LELAKI TUA
Bukan kehilangan. Tetapi harus memulai dengan pemikiran yang baru, untuk menghadapi ini semua.

163. GENIUS
Apakah kami telah melewati masa lampau?

164. LELAKI TUA
Hanya pikiranmu saja.

165. GENIUS
Apakah aku masih mampu berpikir?

166. LELAKI TUA
Kalau masih ingin hudup, kau harus terus berpikir!

167. GENIUS
Kenapa aku masih ingin hidup, dan harus terus berpikir!

168. LELAKI TUA
Karena kau telah menemukan kesadaran baru akan dirimu

169. ORANG II
Hei! Aku mendengar sesuatu di atas sana! (Bergerak menunuju arah suara. Tanah bergetar) Seperti ada yang bergerak-gerak. Berderap-derap. Seperti langkah kaki. Ada apa gerangan di sana. Hei! Siapa di luar? Mendengarkah kau! Hei.! (Kepada orang-orang)Mendekatlah! Dengarkan, ada yang mau menolong kita. Sepertinya mereka datang kemari. (Semua menempelkan telinga ke dinding gua)

170. ORANG I
Inilah saatnya  kita mulai berbergerak! Ayo kita persiapkan. Coba yang lain ikut aku.

Orang-rang bergerak, membawa peralatan seadanya. Mereka bersiap-siap membongkar dinding gua. Sementara yang lain sibuk mempersiakan perbekalan seperti akan melakukan perjalanan jauh.
Karena belum tahu apa yang akan terjadi, maka tiba-tiba kegelisahan, keragu-raguan, merambati batin mereka.

171. GENIUS
Aku tidak bisa berpikir, entah apa yang akan terjadi di luar sana?

172. LELAKI TUA
Terus kita bagaimana setelah tidak ada disini?

173. LIMPA
Mengapa kita selalu terbebani oleh keraguan-raguan?

174. LELAKI TUA
Aku percaya dengan kegigihannya. Tetapi apakah kita akan mampu, setelah menemukan dunia baru sama sekali , sesuai dengan idaman kita selama ini? (Lirih sekali)

175. PEREMPUAN TUA
Kau mau seperti yang lain, ya?

176. LELAKI TUA
Tidak (Ragu-ragu) kita akan menghadapi peristiwa besar dalam kehidupan kita. Tetapi..

177. PEREMPUAN TUA
Tubuhmu bergetar. Kau masih ragu-ragu.

178. ORANG I
(Datang bersama dengan orang-orang) Ya! Keraguan-raguan harus segera kita buang jauh-jauh! Tantangan kehidupan masa depan, telah ada di depan mata kita. Aku telah menemukan jalan. Ini kesempatan terbaik untuk merubah nasib kita. Ayo! Semua bergerak mengikuti aku!

179. GENIUS
Adakah di sana kita menemukan  kebenaran? Aku masih takut!

180.LELAKI TUA
Yang lain baagaimana?

181. PEREMPUAN TUA
Apakah keragu-raguan masih menghantui mereka ?

182. LELAKI TUA
Entahlah, nampaknya mereka sedang melawan itu semua.

183. ORANG I
Baiklah, aku berjanji, siap menjadi korban apa saja atas kehendakku jika perjalan ini ternyata menyesatkan. Aku siap menanggung risikonya. Aku percaya  nasib berpihak pada kita, setelah kita berusaha. Ini harus segera kita kerjakan ketika ada kesempatan.

184. GENIUS
Kemungkinan kita sangat kacil sekali bila hanya mengandalkan nasib. Itulah yang membuat aku ragu-ragu.

185. LELAKI TUA
Lalu maksudmu bagaimana?

186. GENIUS
Entahlah, sulit saya mengatakannya.

187. ORANG I
Kita selalu terbentur oleh keragu-raguan, pertentangan pendapat, saat membayangkan kehidupan yang akan datang. Tetapi kita tidak pernah berani mencoba menantang dan memeranginya!

188. KUAT
Kau jangan terlalu memaksakan kehendak.

189. ORANG  I
Saya hanya ingin di sini segera terjadi perubahan baru.

190. ORANG II
Tanpa memikirkan kepentingan orang lain?

191. ORANG I
Ini untuk kepentingan kita semua!

192. ORANG II
Tanpa menghiraukan akibatnya?

193. ORANG I
Ini sudah hukumnya!

194. PEREMPUAN TUA
Cukup! Kita tidak bisa berlarut-larut, mempertetangkan ini semua. Aku ingin kejujuran kalin semua! Apakah yang kalian kehendaki, dengan keadaan kita yang seperti ini? (Nadanya keras sekali) Ayo jawab! (Pause) Ternyata kalian semua pengecut! Hanya mampu berpikir, tetapi tidak bisa memecahkan masalah. Kau nampaknya telah dihantui oleh masa depanmu sendiri. Kau selalu ragu-ragu, karena kau terlalu memikirkan dirimu sendiri , yang sebenarnya hanya hingin mengancurkan kita semua. Aku semakin bosan. Kau sok pemikir! Kau sok mengandalkan hati nuranimu! Sedang kau sok mengandalkan kekuatanmu saja! Tetapi semuanya pengecut!

195. KUAT
Bagaimana kamu?

196. GENIUS
Entahlah. Kamu sendiri bagaimana?

197. LIMPA
(Hanya mengangkat bahu)

198. KUAT
Keluarkan rumusmu yang pernah kau lontarkan!

199. GENIUS
Rumusmu bagimana? Dan kau?

200. LIMPA
Dia yang mempunyai kemauan keras. Sampai mau membunuhku!

201. KUAT
Kau juga!

202. GENIUS
Tetapi karena kau!

203. LIMPA
Kau juga menjadi penyebabnya!

204. KUAT
Kau juga!

205. GENIUS
Kau egois!

206. LIMPA
Kalian yang egois!

Pertentangan memuncak. Mereka yang pro dan kontra terlibat perkelahian.

207. ORANG II
Lihatlah`mereka, namapaknya lucu sekali. Kayak mimpi melihat banteng liar saling seruduk.Ya,  tampaknya inilah yang mereka pilih. Mereka binggung! Berbeda dengan a.!

Tiba-tiba orang-orang mengeroyok Orang II. Mereka terlibat baku hantam. Disaat itu, tiba-tiba dinding gua kembali berguncang. Kali ini lebih keras. Orang-orang kalang kabut. Tetapi dinding gua kembali menguburnya.

208. NASIB
Begitulah. Nampaknya mereka terlalu syarat dengan beban pikiran mereka masing-masing. Akulah yang selalu dikejar-kejar mereka. Nampaknya mereka terlalu bosan dan jenuh untuk terus-menerus menapaki hidup yang ia rasakan seperti sekarang ini. Aku mencoba terus mengikuti, tetapi apalah dayaku, mereka terlalu bingung untuk memikirkan jalan yang paling tepat untuk menemuiku. Mungkin dengan inilah awal dari perjalan mereka untuk menentukan nasibnya sendiri-sendiri. Akulah Nasib! Yang selalu menghantui mereka, dan mungkin Anda sekalian! Masihkah mereka berurusan dengan aku, lihatlah mereka!

Lighting Fade out-Fade in

Orang-orang bawah tanah bangkit kembali.  Mereka sudah berada disuatu tempat yang asing sekali.

209. KUAT
Inikah dunia baru yang dijanjikan?

210. ORANG II
Ngeri sekali! Hii.

211. ORANG I
Bau apa ini! Aku mencium sesuatu!

212. LELAKI TUA
Mungkinkah ini tujuan kita?

213. KUAT
Kita belum saampai. Aku juga mencium sesuatu.

214. GENIUS
Aku menemukan sesuatu . Hei, apa ini! Baunya anyir sekali! Sepertinya aku pernah mencium!

215. LIMPA
Darah?

216. KOOR
Daaaaaarrrrrrrrrrrrrrrrhhhhh!

217. ORANG I
Aku juga menemukan sesuatu, lihatlah ini! Baunya! Aku jadi mual! Seperti fosil!

218. KUAT
Tengkorak!

219. KOOR
TTTeeeeeeeeeeeeeeennnnnnnnnggggggggkkkkkkkooooooooraaaaaakkkk!

220. LELAKI TUA
Tempat apa ini?

221. GENIUS
Dimana dunia kita yang dulu?

222. ORANG I
Aku rindu dengan duniaku. Dimana duniaku yang sebenarnya?

223. ORANG II
Sesal kemudian tak berguna!

224. KUAT
Kita semakin terperosok dalam ketidak tahuan kita sendiri. Kita telah diombang-ambingkan oleh nasib. Ia tidak adil. Mengapa jadi begini?

225. ORANG II
Sesal kemudian tak berguna. Berakit-rakit kehulu dan bersakit-sakit kemudian.

226. KUAT
Bahunya semakin manjadi.

227. LIMPA
Aku sudah tidak tahan! Aku akan kembali saja!

228. ORANG I
Tempat apa ini, seperti bahu mayat. Baunya! Aku semakain tidak kuat! Hei, tolong! Bagaimana?

229. PEREMPUAN TUA
(Meratap) Entahlah, mungkin ini yang terakhir bagi kita untuk melawan hawa nafsu kita. Aku sudah tidak bisa merangkai kalimat penyesalan agar nasib kita berbicara lain. Hatiku telah kutaruh pada kursi kesabaran  yang paling sempurna. Tanganku sudah kaku untuk mengayuh perahu yang terombang-ambing oleh badai ini. Entahlah layar kita sudah tidak mengembang. Anginpun sudah mati. Entahlah kita harus mengadu kemana. Aku sudah sangat lelah sekali. Inilah persinggahan kita yang terakhir. Oh, nasib! Nasib..!

230. NASIB
Aku Nasib! Sudahlah, aku telah mencoba melawan semua kehendakmu, tetapi kau memang terlalu samar untuk menentukan hidupmu. Jangkauan pikiranmu terlalu menyesatkan dirimu, kalian sudah terlalu berakar dengan penderitaan. Dan aku memang tidak selalu berbuat baik. Segala sesuatu telah kau pertimbangkan. Yang menentukan adalah dirimu sendiri. Oh, betapa menyedihkan bermain-main dengan aku! Aku Nasib! Tidak selalu mujur dan tidak selalu hancur. Aku menyengsarakan kalian! Siapa lagi yang ingin bermain-main denganku, silahkan mencoba!!!!!

Suara bergemuruh kembali mengguncang gua. Orang-orang hanya pasrah. Mereka seperti merapalkan doa. Ada juga yang mengibarkan bendera putih. Nasib memandangi dari sudut gua dengan senyum kecut.

Surabaya, Januari 1994-Desember 1997





Biodata

Rakhmat Giryadi, lahir di Blitar, 10 April 1969. Lulusan Sarjana Pendidikan Seni Rupa IKIP Surabaya 1994 ini, selain bergiat di teater ia juga menulis cerpen, esai, dan puisi. Karyanya selain dibacakan diberbagai kesempatan, juga dipublikasikan di media massa seperti, Horison, Surabaya Post, Kompas (Jawa Timur), Jawa Pos, Surya, Radar Surabaya, Suara Merdeka, Suara Karya, Suara Indonesia, Sinar Harapan, Aksara, Majalah Budaya Gong, Panjebar Semangat. Sekarang bekerja sebagai wartawan Jatim Mandiri.

Organesasi :
Persatuan Wartawan Indonesia-Jawa Timur
Ketua Komite Teater Dewan Kesenian Jawa Timur (2008-2013)

Buku Kumpulan Cerpen:
Mimpi Jakarta (2006)

Puisinya termuat dalam :
1.  Luka Waktu (1998)
2.  Duka Atjeh, Duka Kita Bersama (2004)
3.  Malam Sastra Surabaya (Malsasa 2005)
4.  Malam Sastra Surabaya (Malsasa 2007)

Buku yang pernah dieditori:
Pelayaran Bunga (Antologi Sastra Festival Cak Durasim 2007)

Scenario yang pernah ditulis :
Rumahku Rumahmu (2006)

Nasakah drama yang pernah disutradarai bersama Teater Institut Unesa :
Orang-orang Bawah Tanah (R Giryadi 1994)
Monolog Provokator (R Giryadi 1996)
Monolog Aeng (Putu Wijaya 1996-2001)
Jalan Pencuri (Tengsoe Tjahjono 1997)
Pohon dalam Piring Tanah (Tengsoe Tjahjono 1999)
Orang Asing (Ruper Brooke 1994-1996)
Ode Buat Ibu (Urip Joko Lelono 2000)
Setan dalam Bahaya (El Hakim 1998-2003)
Rashomon (Rheunosuke Akutagawa 2000-2001)
Monolog Peperangan ( R Giryadi 2000)
Monolog Biografi Kursi Tua (R Giryadi 2001)
Monolog Teriakan-Teriakan Sunyi (R Giryadi 2004)
Monolog Retorika Lelaki Senja (R Giryadi 2005)
Larung Pawon (Kolaborasi 2007)
Nyai Ontosoroh (R Giryadi 2007)
Monumen-Monumen ( Jujuk Prabowo/R Giryadi 2007)

Naskah drama yang pernah ditulis :
Orang-orang Bawah Tanah (1994)
Orde Mimpi (1994)
Monumen (1997)
Serpihan Kaca Pecah (1997)
Istana Maya (1998)
Terompet Senjakala (2003)
Testimoni (2004)
Hikayat Perlawanan Sanikem : Nyai Ontosoroh (2006)
Sebelum Dewa Dewi Tidur (2008)

Naskah monolog yang pernah ditulis :
Monolog Peperangan (2000)
Biografi Kursi Tua (2001)
Bingkai Kanvas Kosong (2003)
Monolog Teriakan-Teriakan Sunyi (2004)
Retorika Lelaki Senja (2005)

Alamat :
R Giryadi
Jl. Merpati I/7 Wismasari, Juanda
Sidoarjo

e-mail : zahiria@yahoo.com
tlp rumah : (031) 8667146
hp:081330657845